Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengimbau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak membeli dolar AS di tengah pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi imbas konflik Iran-Israel belakangan ini.
“Tentu kalau situasi dolar lagi menguat tentu tidak bijaksana untuk beli dolar di harga tinggi. Tentu kita perlu meredam kebutuhan terhadap dolar,” katanya dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (18/4).
Airlangga mengatakan pemerintah sejatinya memang memiliki instrumen untuk menekan volatilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya, aturan parkir Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang harus dibawa pulang ke dalam negeri.
Namun, instrumen itu tetap memerlukan dukungan. Ia karena itu meminta BUMN membantu pemerintah. Selain dengan tidak membeli dolar, ia juga meminta instansi pemerintah dan masyarakat agar mengurangi impor terutama yang bersifat konsumtif.
“Dengan tools-tools yang ada sebetulnya relatif terkendali. Namun kita meminta kalau impor konsumtif ya ditahan-tahan dulu lah dalam situasi seperti ini,” katanya.
Nilai tukar rupiah ambles ke Rp16 ribu per dolar AS usai lebaran. Kejatuhan salah satunya dipicu oleh konflik antara Iran dan Israel yang memanas belakangan ini.
Konflik telah mendorong pasar atau investor mengalihkan investasi mereka dari aset berisiko seperti rupiah ke aset aman seperti emas dan dolar AS.
Sementara itu, Menteri BUMN ErickThohir mengatakan pelemahan rupiah juga dipicu inflasi AS sebesar 3,5 persen. Inflasi membuat The Fed tidak akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.
Hal itu menguatkan dolar AS dan melemahkan rupiah.
Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan menyebabkan kenaikan harga minyak dunia WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus US$85,7 dan US$90,5 per barel.
“Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai US$100 per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat,” lanjut dia.
Erick mengatakan perusahaan pelat merah yang bahan bakunya impor dan memiliki porsi utang luar negeri dalam dolar AS yang cukup besar bisa terdampak imbas pelemahan itu. BUMN itu di antaranya Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, dan MIND ID.
Ia karena itu mengimbau BUMN tersebut untuk mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
“Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat,” lanjut Erick.
(fby/agt)