Jakarta, CNN Indonesia —
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendesak pemerintah untuk bergerak mengatasi dampak perang Israel dengan Iran.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan kondisi pengusaha sawit sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, banyak masalah yang tak kunjung usai.
“Di sini kita melihat bahwa kemarin perang Rusia-Ukraina sampai sekarang belum tahu kapan selesainya. Ditambah lagi perang Timur Tengah belum tahu kapan berakhir,” ucap Eddy dalam Halalbihalal Gapki di Shangri-La, Jakarta Pusat, Selasa (30/4).
“Ditambah lagi konflik Israel dengan Iran. Ini juga pasti akan mempengaruhi ekonomi global. Ini mestinya kebijakan-kebijakan (Pemerintah Indonesia) melihat ke situ, supaya minyak sawit kita masih kompetitif di pasar internasional,” tuturnya.
Di lain sisi, Eddy menyoroti perekonomian negara konsumen minyak sawit Indonesia. Ia mencontohkan perekonomian China sebagai konsumen terbesar sawit Indonesia yang belum bisa lepas dari perlambatan ekonomi.
Gapki melaporkan kinerja mereka dalam memproduksi crude palm oil (CPO) turun 8,25 persen pada Februari 2024. Eddy mencatat produksi CPO di dalam negeri merosot dari 4.232 ribu ton pada Januari 2024 ke 3.883 ribu ton.
Ia menyebut penurunan produksi itu salah satunya disebabkan oleh lebih sedikitnya hari kerja pada Februari dibandingkan bulan-bulan lain.
Sementara itu, nilai ekspor sawit dan turunannya hanya mencapai US$1.808 juta. Capaian ini merosot dari bulan sebelumnya yang mencapai US$2.304 juta.
Gejolak di Timur Tengah memang makin panas. Selain negara Zionis yang terus menjajah Palestina, ada friksi lain.
Israel dihujani ratusan drone oleh Iran pada Minggu (14/4). Hujan drone itu terjadi setelah Israel menyerang kantor konsulat Iran di Damaskus, Suriah.
Aksi tersebut turut menewaskan beberapa petinggi Garda Korps Revolusi Iran.
Bahkan, Israel diklaim melakukan serangan balik. Mereka diduga menyerang balik Iran setelah tiga ledakan terdengar di dekat Kota Isfahan pada Jumat (19/4) pagi.
(skt/agt)