Jakarta, CNN Indonesia —
Total penggalangan dana startup di Asia Tenggara terus turun sejak 5 tahun lalu.
Berdasarkan laporan SE Asia Deal Review yang dikutip dari Nikkei Asia, pada kuartal pertama 2024, startup di wilayah ini mengumpulkan US$1 miliar atau Rp16 triliun (asumsi kurs Rp16.048 per dolar AS) dari 180 total transaksinya.
Pendanaan tersebut antara lain dihimpun Asialink Finance, perusahaan pembiayaan online di Filipina. Nominal pembiayaan yang berhasil disepakati bernilai US$71,3 juta atau Rp1,1 triliun.
Lalu ada perusahaan fintech Filipina lainnya, yaitu UNOBank. Mereka mendapatkan suntikan dana senilai US$32,1 juta atau Rp515 miliar untuk memperluas bisnis perbankan digitalnya.
Keduanya itu mendapatkan suntikan modal dari perusahaan ekuitas swasta asal Malaysia bernama Creador. Dengan tambahan anggaran tersebut, pangsa pendanaan ekuitas Filipina naik ke peringkat ketiga dengan 14,2 persen, sedikit lebih rendah dari Indonesia yang menempati peringkat kedua (14,8 persen).
Penggalangan dana besar lainnya pada kuartal pertama ada dari startup mobilitas Singapura SingAuto dengan setoran modal US$45 juta atau Rp722 miliar. Kemudian, disusul oleh perusahaan layanan transportasi online Vietnam Be Group yang mendapatkan US$30,3 juta atau Rp486 miliar.
Penggalangan dana merupakan yang terendah selama lebih dari lima tahun.
Mengutip nikkei asia yang merujuk situs berita keuangan Singapura DealStreetAsia, jumlah dana itu turun 41 persen dibandingkan 193 transaksi yang terjadi periode serupa di tahun lalu dan kurang dari setengah dibandingkan yang berhasil dihimpun pada kuartal IV tahun lalu.
Jika melihat dari industrinya, startup e-commerce mengalami penyusutan yang paling dalam dan mencapai rekor terendah.
Sektor e-commerce hanya mampu mewujudkan 10 pendanaan ekuitas dengan total dana US$18 juta, terendah setidaknya sejak 2019.
Hal ini terjadi akibat tendensi investor yang menghindari investasi padat modal.
Media itu melaporkan pertumbuhan pendanaan startup di wilayah ini mulai berjalan lambat sejak pandemi covid-19. Hal itu terlihat dari hasil kuartal pertama 2024 yang ditarik hingga setengah dekade lalu.
Laporan tersebut menyebut penyebab utama penurunan ini dipicu berlanjutnya krisis likuiditas global. Hal ini mengurangi valuasi dan minat investor untuk menggelontorkan pendanaan dalam jumlah yang besar.
Masalah juga dipicu oleh penurunan kinerja saham perusahaan teknologi global dan kenaikan suku bunga.
Seorang investor bisnis startup Asia Tenggara sekaligus pendiri Openspace Ventures Shane Chesson memahami kondisi ini. Ia yakin kondisi akan membaik.
Meski demikian katanya, perbaikan butuh tambahan waktu.
“Anda memerlukan pasar untuk stabil dan memberi perusahaan waktu satu tahun lagi untuk membiarkan kondisi keuangan menguat,” kata Shane kepada Nikkei Asia.
Dengan kata lain, ia mengatakan pendanaan bagi para startup baru berpeluang pulih pada 2025 nanti.
(wlm/agt)