Jakarta, CNN Indonesia

Kantor Staf Presiden (KSP) mengklaim kenaikan harga bawang putih rawan memicu inflasi. Tak menutup kemungkinan, alarm inflasi pun dapat berbunyi nyaring.

Deputi III Bidang Perekonomian KSP Edy Priyono menilai harga salah satu bahan bumbu dapur ini sedang tidak baik-baik saja. Ia mengatakan harga bawang putih tembus Rp43.700 per kilogram (kg) pada 22 Maret 2024.

Menurutnya, angka itu jauh di atas rata-rata harga pada tahun lalu yang sebesar Rp38.200 per kg.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Di beberapa provinsi bahkan tembus Rp50 ribu seperti di Papua Barat, Papua, dan Maluku Utara” katanya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (25/3).

KSP mencatat lima provinsi dengan harga bawang putih tertinggi yakni Papua Barat Rp50 ribu per kg, Papua Rp50.400 per kg, Maluku Utara Rp51.250 per kg, Maluku Rp46.900 per kg, dan Sulawesi Barat (Rp41.350).

Sementara lima provinsi dengan harga bawang putih terendah yakni Aceh Rp39.400 per kg, Sumatera Utara Rp39.550 per kg, Sumatera Barat Rp40.650 per kg, Riau Rp39.150 per kg, dan Kepulauan Riau Rp35.850 per kg.

Edy mengatakan tingginya harga bawang putih disebabkan kenaikan harga di China sebagai eksportir bawang putih. Rata-rata harga bawang putih China tembus US$1,5 per kg atau Rp23 ribu per kg pada Maret tahun ini, naik dari US$1 per kg pada Maret 2023.

“Mau tidak mau akan berpengaruh ke harga bawang putih kita karena sebagian besar bawang putih kita merupakan impor khususnya dari China,” katanya.

Maklum, bawang putih di Indonesia, disebut 90 persen berasal dari impor. Alih-alih produksi sendiri.

Mahalnya harga bawang putih pun mencuri perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia sampai menyoroti tingginya harga bawang putih yang tembus Rp60 ribu per kg di Sulawesi Tengah.

“Bawang merah Rp35 ribu, bawang putih memang yang agak mahal, bawang putih sampai Rp60 ribu (per kg),” kata Jokowi saat meninjau harga pangan di Pasar Salakan, Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah dalam video yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (26/3).

Sementara itu, berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, rata-rata harga bawang putih berada di level Rp43.700 per kg pada Rabu (27/3). Angka ini turun tipis 0,11 persen atau Rp50 dibanding hari sebelumnya.

Lantas, mengapa harga bawang putih mahal dan Indonesia ketergantungan pada impor?

Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB sekaligus Associate Researcher CORE Dwi Andreas Santosa menilai ketergantungan RI terhadap impor bawang putih bukan 90 persen, melainkan 100 persen.

Menurutnya, ketergantungan itu terjadi karena disparitas harga impor dengan produksi petani di Indonesia terlampau jauh. Ia mencontohkan harga bawang putih impor di pelabuhan mencapai Rp18.400 per kg.

Sementara, biaya produksi bawang putih oleh petani berada di level Rp30 ribu per kg.

“Perbedaan harga yang relatif tinggi antara produksi dalam negeri dengan yang kita impor,” ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/3).

Oleh karena itu, kata Andreas, jika pemerintah serius ingin swasembada bawang putih, maka harus bisa menyeimbangkan disparitas harga tersebut.

Selain itu, Andreas juga mengatakan Indonesia masih bergantung kepada impor karena konsep kebijakan yang diterapkan pemerintah tak tepat. Ia mengatakan syarat importir menanam sebanyak 5 persen dari total impor itu sudah pasti gagal.

Andreas menilai para importir ini tak punya pengalaman dalam budidaya bawang putih.

“Konsep awalnya importir disuruh wajib tanam. Kok importir disuruh tanam, itu bagaimana logikanya? Dari sisi situ saja sudah tidak benar,” kata dia.

Karena hal tersebut, para importir ini bekerja sama dengan petani. Di sisi lain, bawang putih tidak bisa ditanam sembarang.

Komoditas itu hanya bisa tumbuh di lahan yang berada di ketinggian di atas 800 meter di atas permukaan laut. Di sisi lain, para petani juga peminatnya minim karena lebih memilih menanam produk hortikultura lain. Apalagi, biaya produksi bawang putih mahal.

“Bisa bayangkan tanaman di atas ketinggian itu (800 meter di atas permukaan laut), itu persaingannya luar biasa dengan hortikultura yang nilainya sangat tinggi,” tutur Andreas.

Di satu sisi, Andreas mengatakan untuk mengendalikan harga bawang putih sebenarnya cukup mudah. Apalagi, bawang putih RI impor.

Ia berpendapat, pemerintah tinggal menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan izin impor kepada importir secara berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan.

“Kalau kita penuhi dari luar kan gampang. Kebutuhan harian, kebutuhan bulanan kan ada, tinggal penuhi saja dari impor,” kata Andreas.

Memang, risiko dari impor ini adalah harga yang menyesuaikan kondisi internasional. Artinya, jika harga di negara asal eksportir sedang tinggi, maka harga di Tanah Air pun akan ikut melambung.

Kendati demikian, menurut Andreas lonjakan harga di level internasional tidak pernah berlangsung lama.







Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *