Jakarta, CNN Indonesia

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) membantah iuran BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif atau tunggal usai pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) tahun depan.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto menegaskan skema iuran BPJS Kesehatan bakal dibuat sesuai prinsip gotong royong. Artinya, peserta yang kaya atau kelas 1 ikut iuran lebih tinggi dibanding kelas di bawahnya.

Dengan begitu, orang yang tak mampu atau kelas 3 membayar lebih rendah.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Iurannya tidak akan sama (tarif tunggal), pasti. Artinya yang kaya harus bantu yang miskin,” ucap Agus di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (17/5).

Ia menilai jika sistem iuran BPJS Kesehatan dibuat single tariff, maka prinsip gotong royong terhapuskan.

“Harus ada prinsip gotong royong untuk saling membantu,” tegasnya.

Konsep gotong royong dalam BPJS Kesehatan juga melibatkan pemerintah. Agus menyebut peserta yang sangat miskin pun disubsidi oleh pemerintah, misalnya peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK).

Wacana soal tarif tunggal iuran BPJS Kesehatan usai KRIS berlaku pertama kali diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia menyebut tarif tunggal itu kelak diberlakukan secara bertahap.

“Dan ke depannya iuran ini harus arahnya jadi satu, tapi akan kita lakukan bertahap,” ujar Budi di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).

Saat ini Budi mengaku tengah mempertimbangkan batas iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut sedang dibicarakan dengan sejumlah pihak terkait dan akan diputuskan dalam waktu yang tidak lama lagi.

“Sekarang kita lagi pertimbangkan batas iurannya pakai kelas yang mana. Sebenarnya sebentar lagi sudah final kok, dan itu yang dibicarakan juga dengan BPJS, dibicarakan juga dengan asosiasi rumah sakit,” katanya.

Pada saat yang sama, Budi menyampaikan pemerintah tak berencana mengubah iuran BPJS Kesehatan tahun ini.

Ia menjelaskan proses penyesuaian iuran BPJS Kesehatan berlangsung panjang. Oleh karena itu, sejauh ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih akan tetap memakai dasar iuran yang berlaku hari ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025.

Skema ini menimbulkan asumsi di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 akan dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit.

Namun asumsi ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Budi Gunadi dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.

Aturan penerapan KRIS tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken pada 8 Mei 2024.

Berdasarkan Pasal 103 B ayat 8 aturan itu, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru akan diputuskan pada 1 Juli 2025 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.

Dengan begitu, besaran iuran BPJS Kesehatan yang dikenakan kepada peserta masih merujuk pada aturan lama, yakni Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dengan skema kelas 1, 2, dan 3.

Besaran iuran peserta BPJS sendiri adalah Rp150 ribu per bulan untuk kelas 1 dan Rp100 ribu untuk kelas 2. Sedangkan, besaran iuran untuk kelas 3 disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp7.000, sehingga mereka hanya perlu membayar Rp35 ribu per bulan.

[Gambas:Video CNN]

(mrh/pta)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *